December 27, 2016

Raden Bondhan Kejawan Lembu Peteng Majapahit

silsilah raden Bondhan Kajawan, Raden Patah, Jaka Tingkir [versi Siwi Sang] thumbnail 1 summary

silsilah raden Bondhan Kajawan, Raden Patah, Jaka Tingkir [versi Siwi Sang]






Dalam catatan sejarah, Raden Bondhan Kejawan memiliki sebutan lain yaitu Raden Lembu Peteng dan Ki Ageng Tarub II. Tokoh inilah yang ketika usia bocah diriwayatkan membuat gempar istana Majapahit karena berhasil menyelinap masuk Gedung Paniyagan lalu menabuh pusaka gong Sekar Delima. Dari garis tokoh ini pula kelak muncul tiga tokoh penting jaman awal berdirinya kesultanan Mataram dan negeri Pati yaitu Ki Panjawi, Ki Pamanahan, dan Ki Juru Martani.

Sebelum membahas jalannya alur sejarah, kita catat dulu silsilah trah Raden Bondhan Kajawan berdasarkan data berita Babad tanah Jawi Batawi Sentrem maupun versi Meinsma. Dalam dua naskah itu didapatkan silsilah sebagai berikut.

Sang Brawijaya maharaja Majapahit dari istri putri Wandhan Kuning menurunkan seorang putra bernama Raden Bondhan Kajawan atau Raden Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub II.

Raden Bondhan Kajawan menikah dengan Retna Nawangsih menurunkan 2 anak, yang tua laki nama Ki Ageng Getas Pandhawa dan yang bungsu perempuan nama Nyi Ageng Ngerang karena menjadi istri Ki Ageng Ngerang.

Anak sulung Raden Bondhan Kajawan yaitu Ki Ageng Getas Pandhawa memiliki 7 anak, yaitu Ki Ageng Sela, Nyi Gede Pakis, Nyi Ageng Purna, Nyi Gede ing Kare, Nyi Gede ing Wanglu, Nyi Gede ing Bokong, dan Nyi Gede ing Ngadibaya.

Anak bungsu Raden Bondhan Kajawan yaitu Nyi Ageng Ngerang dari pernikahannya dengan Ki Ageng Ngerang memiliki seorang putra bernama Ki Ageng Pathi.

Putra sulung Ki Ageng Getas pandhawa yaitu Ki Ageng Sela memiliki 7 anak, yaitu Nyi Ageng Lurung Tengah, Nyi Ageng Saba, Nyi Ageng Bangsri, Nyi Ageng Jati, Nyi Ageng Patanen, Nyi Ageng Pakisdadu, dan bungsu Ki Ageng Ngenis.

Putra sulung pasangan Nyi Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang yaitu Ki Ageng Pati memiliki seorang anak laki bernama Ki Panjawi.

Putri kedua Ki Ageng Sela yaitu Nyi Ageng Saba dari perkawinannya dengan Ki Ageng Saba menurunkan dua anak yaitu Nyi Ageng Pamanahan karena menjadi istri Ki Ageng Pamanahan dan yang bungsu bernama Ki Juru Martani.

Putra bungsu Ki Ageng Sela yaitu Ki Ageng Ngenis memiliki seorang anak bernama Ki Pamanahan yang menikah dengan kakak perempuan Ki Juru Martani.

Ki Ageng Pamanahan menurunkan Danang Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar atau kelak dikenal sebagai Panembahan Senapati, raja pertama Kesultanan Mataram.

Sementara Ki Panjawi menjadi penguasa di Negeri Pathi, satu wilayah yang dalam perkembangannya sangat disegani trah kesultanan Mataram.

Sampai di sini dapat kita ketahui bahwa Raden Bondhan Kajawan /raden Lembu Peteng/Ki Ageng Tarub II merupakan leluhur asli kesultanan Mataram.

Lalu siapakah Raden Bondhan Kajawan. Mengapa dikenal sebagai Lembu Peteng alias seorang putra raja yang sejarahnya tidak perlu diketahui atau seorang putra raja yang tersingkir atau disingkirkan.

Masih ada pertanyaan menarik lagi yaitu siapa Sang Brawijaya maharaja Majapahit yang dianggap sebagai ayah raden Bondhan Kajawan. Apakah maharaja Majapahit itu sama dengan maharaja Majapahit yang menjadi ayah Raden Fatah sultan Demak atau maharaja Majapahit yang lain.

Berikut ini akan kita telusuri riwayat Raden Bondhan Kajawan berdasarkan berita Babad Tanah Jawi Batawi Sentrem.

Babad Tanah Jawi Batawi Sentrem meriwayatkan Raden Bondhan Kajawan sebagai putra Sang Brawijaya maharaja Majapahit dari seorang istri bernama Wandhan Kuning.

Bagaimanapun perlu dicek keakuratan data soal ketokohan Sang Brawijaya yang dianggap sebagai ayah biologis Raden Bondhan Kajawan.

Apakah maharaja Majapahit yang dimaksud itu identik dengan Raja kertawijaya yang memerintah sebagai maharaja Majapahit tahun 1447M-1451M, atau raja majapahit yang memerintah setelahnya.

Ataukah Sang Brawijaya ayah Raden Bondhan Kejawan ini memang Sang Brawijaya Pamungkas Ranawijaya, salah seorang cucu raja Kertawijaya yang menjadi maharaja Majapahit tahun 1486M-1527M.

Jika memang ayah raden Bondhan Kajawan adalah Brawijaya pamungkas, maka Raden Bondhan Kajawan dan Raden Fatah tidak memiliki ayah yang sama.

Sementara Babad Tanah Jawi meriwayatkan Raden Bondhan Kajawan dan Raden Fatah memiliki ayah yang sama, yaitu Sang Brawijaya maharaja Majapahit era ahir.

Sementara pula, berdasarkan penelitian terbaru, Raden Fatah keturunan atau putra raja Kertawijaya dari istri selir.

Lepas dari soal belum pastinya siapa nama raja Majapahit yang dianggap sebagai ayah raden Bondhan Kajawan, kiranya berita bahwa Raden Bondhan Kajawan keturunan raja Majapahit dapat sementara dipercaya.

Itu berdasarkan fakta bahwa semua sumber sejarah bentuk naskah Babad seperti Babad Tanah Jawi dan turunannya seperti Babad Demak, meriwayatkan Raden Bondhan Kajawan adalah putra Sang Brawijaya maharaja Majapahit dari istri bernama Wandhan Kuning.

Berdasarkan Babad Tanah jawi Batawi Sentrem, Raden Bondhan kejawan adalah putra Sang Brawijaya dan putri Wandhan Kuning. Naskah ini meriwayatkan Raden Bondhan kajawan setelah episode kedatangan Raden Fatah dan Raden Kusen ke Jawa, berguru pada Sunan Ampel Denta hingga Raden fatah membuka alas Gelagah Wangi di Daerah Demak atas perintah Sunan Ampel Denta.

Dari data itu dapatlah ditafsir bahwa usia raden Bondhan Kajawan dengan Raden Fatah terpaut cukup jauh.

Diriwayatkan, pada suatu hari Sang Brawijaya mengadakan pertemuan di siti hinggil dihadiri para menteri dan pejabat penting lainnya serta dihadiri pula oleh para pendita, juru tenung atau juru nujum. Sang Brawijaya bertanya pada juru tenung atau juru nujum, apakah setelah dirinya tidak menjadi maharaja Majapahit, ada yang bakal menggantikan sebagai maharaja Majapahit seperti dirinya. Juru tenung atau juru nujum yang memiliki kemampuan membaca masa depan menjawab, bahwa setelah tiga generasi mulai dari saat itu akan muncul dari trah medhang yang bakal bertahta menjadi ratu agung dan suatu saat kelak negerinya akan pindah pada jaman sang nata ing mataram. Seluruh ratu jawa lainnya datang menghadap tunduk kepada raja Mataram.

Brawijaya sigra dènira ngling hèh sang juru tênung lan tabibah lan sira juru ujume benjang sapungkur ingsun apa ana ingkang gêntèni satêrah-têrahingwang anèng Majalangu jumênênga Brawijaya kadya ingsun lah jawabên dèn sayêkti juru tênung aturnya, hèh sang nata kantun tigang siki titis mêdhang pasthi dadi nata gumantya nata jênênge pan dados ratu agung lan ing têmbe ngalih nagari ing satêrah sang nata ing Mataram nêngguh kèdhêp sakèh Ratu Jawa padha seba anênggih dhatêng Matawis prabu tanpa singsingan.

Sudah barang tentu kisah ramalan itu hasil karangan penyusun Babad Tanah Jawi yang ditulis jaman Mataram Islam atau sekitar dua abad setelah Majapahit runtuh tahun 1527M. Penyusun naskah itu menghitung bahwa pendiri atau yang menjadi cikal kesultanan Mataram merupakan tokoh yang muncul setelah habis generasi ke-3 terhitung dari keturunan generasi pertama Sang Brawijaya.

Seumpama demikian itu maksudnya, maka jika dihitung mulai dari keturunan generasi pertama Sang Brawijaya yaitu dalam hal ini mulai dari Raden Bondan Kajawan, maka generasi ke-3 menunjuk pada Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela putra Ki Ageng Getas Pandhawa dan Ki Ageng Getas Pandhawa putra sulung Raden Bondhan Kajawan. Ki Ageng Sela memiliki 7 anak, nomer 1-6 perempuan dan yang bungsu laki yaitu Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis punya putra nama Ki Pamanahan. Kakak perempuan Ki Ageng Ngenis nomer 2 yaitu Nyi Ageng Saba punya 2 anak, yang tertua menjadi istri Pamanahan, sedang yang muda bernama Ki Juru Martani.

Yang dapat kita anggap sebagai cikal berdirinya kesultanan Mataram sebenarnya Ki Pamanahan karena tokoh ini yang pertama menempati tanah Mataram anugerah dari raja Pajang Sultan Hadiwijaya Jaka Tingkir sampai kelak dilanjutkan Sutawijaya Ngabei Loring Pasar hingga menjadi kesultanan Mataram.

Tapi dalam riwayat Babad Tanah Jawi soal ramalan ahli nujum Sang Brawijaya menyebutkan, setelah habis generasi ketiga mulai dari keturunan pertama Sang Brawijaya yang artinya menunjuk pada Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis memang pernah diangkat sebagai panembahan sepuh di Pajang dan mendapat anugerah dari raja Pajang menempati tanah di Laweyan sampai wafat. Tapi itu bukan cikal berdirinya Mataram. Dengan demikian soal ramalan ahli nujum Sang Brawijaya dapatlah kita abaikan saja karena ternyata hasilnya tidak jitu.

Setelah mendapat ramalan itu, Sang Brawijaya segera meninggalkan Sidang pertemuan. Selanjutnya Sang Brawijaya lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan permaisurinya, putri ing Darawati. Sampai kemudian terdengar berita Sang Brawijaya terkena penyakit kelamin Rajasinga sehingga tak pernah mengadakan pertemuan dengan para bawahan. Banyak tabib ahli pengobatan datang berusaha mengobati penyakit Sang Brawijaya tetapi tak ada yang berhasil menyembuhkannya.

Hingga pada suatu dini hari jam tiga Sang Brawijaya mendengar suara tanpa rupa yang mengatakan bahwa penyakitnya akan segera sembuh jika berkumpul jadi satu dengan seorang putri Wandhan yang berwarna kuning. Sang Brawijaya bangun dan esoknya segera memerintahkan untuk mencari seorang putri Wandhan berkulit kuning dari Cempa yang menjadi pelayan atau mengiringi Ratu Darawati. Putri Wandhan berkulit kuning ketemu dan setelah bersenggama atau dicampuri atau disareni sekali saja, penyakit Sang Brawijaya langsung sembuh.

Sang Wandhan Kuning hamil dan melahirkan seorang bayi laki yang sangat bagus rupanya bercahaya segemilang bulan purnama.

Mendengar kabar bahwa Wandhan Kuning melahirkan bayi laki yang luar biasa itu, Sang Brawijaya segera mengambil jabang bayi itu lalu memerintahkan prajurit Majapahit memanggil juru sawah istana bernama Ki Buyut Masahar yang segera datang menghadap.

Sang Brawijaya memerintahkan kepada Ki Buyut Masahar untuk membawa pulang sang bayi dan berpesan jika sudah usia genap sewindu supaya bayi Wandhan Kuning itu dibunuh.

Jika tidak mau membunuhnya, Ki Buyut Masahar akan tertimpa celaka oleh supata atau kutukan Sang Brawijaya maharaja Majapahit.

Maka segera saja Ki Buyut Masahar membawa pulang sang bayi itu dirawatnya di rumah dan inilah bayi yang kemudian bernama Raden Bondhan Kajawan. Seorang lembu Peteng, putra raja yang tersingkir dan siap disingkirkan.

salaminira sang nata anyarèni ing kênyatan kadi mangkin ing mangke kang sarira anulya wawrat sang wandhan kuning sampun lama jangkêp ing samaya saksana mbabar putrane jalu warna abagus cahyanira amindha sasi sêdhênge sasadara wus katur sang prabu yèn wandhan kuning ambabar miyos jalu warnane aluwih pêkik cahya anglir sasôngka sigra pinundhut sang jabang bayi de sang nata anulya winangwang tuhu yèn bagus rupane angandika sang prabu maring bala ing Majapait lah sira timbalana ri samitraningsun sira Ki Buyut Masahar juru sawahira mangke sang narpati sigra praptèng ngayunan Brawijaya sigra dènya angling hèh Sang Buyut sira ing Masahar ambilên jabang bayine sira gawea sunu apan sira nora nganaki wêkas ingsun mring sira yèn jangkêp sawindu rare iku patènana aywa sira lirwah ing ubaya mami sun supatani sira karananya wêkas ingsun gati maring sira ing sang rare jabang si juru tênung tabibe pinêca dadi ratu lan angrusak ing jênêng mami Ki Buyut ing Masahar sigra amit mantuk kang jabang bayi binêkta praptèng wisma ni buyut egar ing ati amanggih anak lanang warnanira dinulu apêkik mapan tusing subrata kusuma nyai buyut langkung sihe dènira darbe sunu pan dinadah dinulang nênggih esuk sore karêksa myang pangrêksanipun ni buyut pinancawara polahira kadi bêbêle pribadi 



kotagede jaman Belanda sumber poto:https://socrates.leidenuniv.nl





##########################
sumber tulisan: https://siwisang.wordpress.com/tag/raden-bondhan-kajawan/